Rabu, 27 November 2013

Pilihan Tono


Sore ini Tono berjanji akan bermain ke rumah Roni. Tadi di sekolah Roni mengatakan ayahnya pulang dari tugas luar kota dan membawa beberapa mainan. “Ayolah main ke rumahku, Ton. Nanti kita main bersama,” ajaknya. Tentu saja Tono tidak menolak. Keduanya memang bersahabat karib dan sering bermain bersama. Bergantian mereka saling mengunjungi dan bermain bersama. 

Jam dinding ruang tengah menunjukkan pukul empat kurang lima belas. Tono telah mandi dan bersiap ke rumah Roni.

“Kau mau ke mana?” tanya Ibu saat melihat Tono hendak mengeluarkan sepedanya.
“Ke rumah Roni, Bu,” jawabnya.
“Loh, bukankah hari ini kamu janji mau menemani adikmu ke toko alat tulis?” tukas Ibu. Adik Tono, Riri, perlu membeli pensil warna. Riri yang masih duduk di TK A sedang gemar menggambar. Kemarin pensil warnanya habis, jadi ia perlu membeli lagi. Tono berjanji akan mengantarnya ke toko alat tulis sore ini. “Itu Dik Riri sudah selesai mandi. Sebentar lagi dia pasti mencarimu untuk diantar beli pensil warna.”

“Aduh, aku lupa, Bu! Bagaimana ya? Aku tadi sudah janji pada Roni untuk ke rumahnya.” Dalam hati Tono agak kecewa juga jika batal bermain dengan Roni. Sejak pulang sekolah tadi ia sudah membayangkan akan menghabiskan sore ini untuk bermain bersama Roni. Pasti permainan yang dibelikan ayah Roni bagus-bagus. 

 “Kemarin kamu sudah berjanji pada Dik Riri. Jika kamu membatalkan janji, dia bisa kecewa. Lagi pula, Ibu tidak bisa menggantikanmu untuk mengantarmu. Pesanan baju dari Bu Darmo harus Ibu selesaikan malam ini. Ayah juga piket malam,” kata Ibu menjelaskan.

Tono sudah tahu semua itu. Lagi pula dia sudah berjanji pada Riri. Tetapi tidak enak betul rasanya jika membantalkan bermain dengan Roni. Sementara itu dia mesti memenuhi janjinya pada Riri. Tono sadar ia harus memilih salah satu. Baginya, ini pilihan yang sulit. Salahnya sendiri juga sih tadi langsung mengiyakan ajakan Roni. Dia sungguh-sungguh lupa sudah berjanji pada adiknya. Duh, susahnya membuat pilihan.

“Bu, aku bingung. Apa yang mesti aku lakukan ya?” tanya Tono pada ibunya.
“Membuat pilihan memang tidak selalu mudah, Tono. Sekarang mari kita pikirkan bersama. Kamu membuat janji terlebih dahulu kepada siapa?” tanya Ibu.
“Pada Dik Riri,” ujar Tono. “Kasihan juga kalau dia tidak bisa menggambar karena pensi warnanya sudah pendek-pendek,” tambahnya.
“Tapi kamu ingin bermain dengan Roni, kan?” Ibu sepertinya tahu isi pikiran Tono.
Tono mengangguk.
“Menurutmu, mana yang bisa ditunda? Bermain dengan Roni atau mengantarkan Dik Riri? Ingat-ingat juga dengan urutanmu saat membuat janji.”
“Yang bisa ditunda? Hmm … bermain dengan Roni,” kata Tono agak ragu.
“Ya, Ibu juga berpikir begitu.”
 “Lalu, bagaimana dengan janjiku pada Roni, ya Bu?”
“Kamu punya ide bagaimana?”
“Bagaimana kalau aku mampir ke rumah Roni sembari mengantarkan Dik Riri ke toko?” ujar Tono.
“Lalu?”
“Lalu aku akan minta maaf pada Roni. Nanti aku coba membuat janji lagi dengannya. Lagi pula besok hari Minggu. Siapa tahu dia tidak bepergian. Jadi, kami bisa bermain bersama besok siang.”
“Ide yang bagus, Tono. Ibu rasa Roni mau mengerti,” kata sambil tersenyum.

Tono senang bisa membuat keputusan. Memang tidak mudah sih. Lain kali ia akan berhati-hati saat membuat janji. <mas kris>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar