Sore
ini Tono berjanji akan bermain ke rumah Roni. Tadi di sekolah Roni mengatakan
ayahnya pulang dari tugas luar kota dan membawa beberapa mainan. “Ayolah main
ke rumahku, Ton. Nanti kita main bersama,” ajaknya. Tentu saja Tono tidak
menolak. Keduanya memang bersahabat karib dan sering bermain bersama.
Bergantian mereka saling mengunjungi dan bermain bersama.
Jam
dinding ruang tengah menunjukkan pukul empat kurang lima belas. Tono telah
mandi dan bersiap ke rumah Roni.
“Kau
mau ke mana?” tanya Ibu saat melihat Tono hendak mengeluarkan sepedanya.
“Ke
rumah Roni, Bu,” jawabnya.
“Loh,
bukankah hari ini kamu janji mau menemani adikmu ke toko alat tulis?” tukas Ibu.
Adik Tono, Riri, perlu membeli pensil warna. Riri yang masih duduk di TK A
sedang gemar menggambar. Kemarin pensil warnanya habis, jadi ia perlu membeli
lagi. Tono berjanji akan mengantarnya ke toko alat tulis sore ini. “Itu Dik Riri
sudah selesai mandi. Sebentar lagi dia pasti mencarimu untuk diantar beli
pensil warna.”
“Aduh,
aku lupa, Bu! Bagaimana ya? Aku tadi sudah janji pada Roni untuk ke rumahnya.” Dalam
hati Tono agak kecewa juga jika batal bermain dengan Roni. Sejak pulang sekolah
tadi ia sudah membayangkan akan menghabiskan sore ini untuk bermain bersama
Roni. Pasti permainan yang dibelikan ayah Roni bagus-bagus.
“Kemarin kamu sudah berjanji pada Dik Riri.
Jika kamu membatalkan janji, dia bisa kecewa. Lagi pula, Ibu tidak bisa menggantikanmu
untuk mengantarmu. Pesanan baju dari Bu Darmo harus Ibu selesaikan malam ini.
Ayah juga piket malam,” kata Ibu menjelaskan.
Tono
sudah tahu semua itu. Lagi pula dia sudah berjanji pada Riri. Tetapi tidak enak
betul rasanya jika membantalkan bermain dengan Roni. Sementara itu dia mesti
memenuhi janjinya pada Riri. Tono sadar ia harus memilih salah satu. Baginya,
ini pilihan yang sulit. Salahnya sendiri juga sih tadi langsung mengiyakan
ajakan Roni. Dia sungguh-sungguh lupa sudah berjanji pada adiknya. Duh,
susahnya membuat pilihan.
“Bu,
aku bingung. Apa yang mesti aku lakukan ya?” tanya Tono pada ibunya.
“Membuat
pilihan memang tidak selalu mudah, Tono. Sekarang mari kita pikirkan bersama.
Kamu membuat janji terlebih dahulu kepada siapa?” tanya Ibu.
“Pada
Dik Riri,” ujar Tono. “Kasihan juga kalau dia tidak bisa menggambar karena pensi
warnanya sudah pendek-pendek,” tambahnya.
“Tapi
kamu ingin bermain dengan Roni, kan?” Ibu sepertinya tahu isi pikiran Tono.
Tono
mengangguk.
“Menurutmu,
mana yang bisa ditunda? Bermain dengan Roni atau mengantarkan Dik Riri?
Ingat-ingat juga dengan urutanmu saat membuat janji.”
“Yang
bisa ditunda? Hmm … bermain dengan Roni,” kata Tono agak ragu.
“Ya,
Ibu juga berpikir begitu.”
“Lalu, bagaimana dengan janjiku pada Roni, ya
Bu?”
“Kamu
punya ide bagaimana?”
“Bagaimana
kalau aku mampir ke rumah Roni sembari mengantarkan Dik Riri ke toko?” ujar
Tono.
“Lalu?”
“Lalu
aku akan minta maaf pada Roni. Nanti aku coba membuat janji lagi dengannya.
Lagi pula besok hari Minggu. Siapa tahu dia tidak bepergian. Jadi, kami bisa
bermain bersama besok siang.”
“Ide
yang bagus, Tono. Ibu rasa Roni mau mengerti,” kata sambil tersenyum.
Tono
senang bisa membuat keputusan. Memang tidak mudah sih. Lain kali ia akan berhati-hati
saat membuat janji. <mas kris>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar